Selamat Datang di Laman AGPG (Asosiasi Guru Penulis Grobogan) Asosiasi Guru Penulis Grobogan, merupakan perkumpulan guru yang berkomitmen untuk mengembangkan kompetensi bidang penulisan buku dan penyediaan bahan ajar bagi siswa

AKU CINTA KAU SAAT INI

 



Aku keluar dari kontrakan Mira dengan marah-marah begitu mengetahui dia menerima telepon dari lelaki lain. Terdengar suara isakan Mira dari dalam rumah tak membuat hatiku iba. Amarahku telah memuncak. Aku merasa dikecewakan oleh Mira, gadis pujaan hatiku. Kurang apa lagi aku padanya, semua sudah aku serahkan padanya. Dia malah bercanda mesra dengan lelaki lain.
Mira berlari keluar rumah mengejarku yang berdiri mematung di bawah sinar rembulan. Wajahku sudah seperti kepiting rebus, memerah menahan amarah.
Mira bersimpuh di kakiku sambil mengiba. Dia memohon agar jangan kutinggalkan. Aku berpura-pura tak butuh dirinya. Merasa egoku berada di atas awan. Kubiarkan dia memohon maaf padaku atas kesalahan yang dibuatnya.
“Kang, maafkan Mira. Kang Santo yang cinta sama Mira. Tapi hati Mira hanya untuk Akang.”
Aku pura-pura diam. Ingin melihat reaksinya bagaimana. Apa hanya itu saja yang dia lakukan untuk meluluhkan diriku. Kubiarkan dia terus merayuku, meski dalam hati ini tertawa melihat dirinya.
Aku tersenyum sinis. “Tapi kamu kenapa menjawab dengan genit seperti itu. Itu tandanya kamu memberi sinyal pada si brengsek Santo, Mira!” Sengaja aku tinggikan suaraku, agar dia merasa takut dan bersalah padaku.
“Kang, ayo masuk. Akan Mira jelaskan di dalam. Tak enak dilihat tetangga jika kau marah-marah di sini. Aku akan melakukan apa pun agar kau mau.”
Aku membalikkan tubuhku, kulihat dia masih bersimpuh di bawah. Sebenarnya aku tak tega melihat dia seperti itu, tapi aku harus memberi pelajaran padanya. Dia hanya milikku, orang lain tak boleh merayunya dan tak boleh menyentuhnya.
Dia bangkit, merangkulku dan membelai wajahku. Meski aku masih berpura-pura marah padanya, namun desiran dalam darahku kian menjadi. Aku tak sanggup bertahan lama-lama menahan amarah padanya.
Aku menghadapnya. Melihat netranya yang penuh dengan air mata.
“Kang, aku janji. Aku hanya sayang padamu!”
Entah mengapa aku tak berdaya, melihat wajahnya yang sendu itu. Aku pun memeluknya. Dia membalas pelukanku. Aku pun membopong tubuh mungilnya masuk ke dalam rumah dan rembulan pun membelai kami dalam samudra cinta.
Malam pun merangkak. Aku bangkit dan menatap jam yang menempel di dinding. Jarum jam menunjuk ke angka 11. Aku bergegas mencuci muka. Lalu aku kecup kening gadis milikku itu lembut. Dia pun membuka matanya.
"Akang, mau ke mana? Katanya sayang dan cinta padaku. Jangan kau tinggalkan aku, Kang. Aku takut di sini sendirian!" ucapnya lirih di telingaku.
Hatiku kembali bergetar, pikiranku seolah dia kendalikan. Tak tahu di mana ada getar terasa hingga hilanglah akal warasku.
"Kang, jangan pergi, ya! Aku butuh dekat denganmu!" Dia menarik tanganku.
Seperti biasa aku pun diam tak bicara, hanya mampu pandangi bibir tipis Mira yang menarik. Aku tak sanggup berjanji kepadanya saat tangannya mengusap lembut leherku.
“Kang, kenapa kau diam saja? Apa kau tak mencintaiku lagi?” tanyanya sambil menyuruhku kembali rebah dalam pelukannya.
"Aku cinta kau saat ini, Mira!"
Kulihat netra Mira pun berbinar bahagia. Kembali aku peluk dirinya.
‘Aku mencintaimu saat ini, tapi entah esok hari, entah lusa nanti, entah ....,
Malam ini Mira memberikan segalanya padaku. Aku lupa untuk pulang. Pesonanya menahan jiwa dan ragaku.
Mentari pagi bersinar cerah secerah suasana hati Mira pagi ini. Aku masih malas untuk bangun, Mira membiarkanku melanjutkan mimpi. Sedangkan dirinya sudah berkutat di dapur. Bau harum bawang goreng yang dimasak Mira menggelitik hidungku. Aku pun bangkit langsung menuju dapur. Aku hafal semua sudut rumah ini, karena ini adalah rumah kedua bagiku.
Mira tak mengetahuiku yang sudah berdiri di belakangnya. Rambut Mira yang digelung ke atas, hingga terlihat leher jenjangnya menarik kepalaku untuk tenggelam di sana. Aku peluk dia dari belakang dan menciumi lehernya. Mira menggeliat geli, namun dia hanya diam saja.
Tak lama hidangan sarapan pun dia sajikan di atas meja. Kulihat hanya ada satu piring terhidang di sana. Aku pun mengernyitkan keningku.
“Mira, kok nasi gorengnya cuman satu?”
“Iya, Kang. Biar romantis!” ujarnya malu-malu. “Biar kayak di tivi-tivi itu.”
Dia pun duduk di hadapanku. Aku tatap matanya yang berbinar. Aku ambil sesendok dan aku suapkan ke mulutnya. Kami pun menikmati sarapan bersama penuh cinta.
“Kang, benaran Akang mencintaiku, kan?”
Aku mengangguk.
“Akang tak akan meninggalkanku, kan?”
Aku mengangguk lagi.
Dia pun memelukku bahagia.
‘Aku cinta kamu saat ini, Mirna. Namun, aku tak tahu esok bagaimana. Apakah cinta ini terus bertahan atau tidak, aku tak bisa berjanji,’ kataku dalam hati. Mirna tak akan pernah mengetahuinya.

Silakan berkomentar dengan sopan

0 Komentar