Guru tak sekadar profesi namun juga bagian dari takdir. Pekerjaan mulia ini turut berperan menjadi salah satu pilar penting dalam mengarungi semesta kehidupan. Guru punya tangan ajaib layaknya tongkat sulap yang bisa mengerjakan banyak hal di satu waktu dan tempat. Betapa multitasking seorang guru dalam tergopoh memperjuangkan nasib dapurnya supaya tak reyot namun di saat bersamaan harus lembut menyapa siswanya menyemai benih-benih pengetahuan. Dalam segala situasi yang mungkin tak mudah, tangannya masih begitu lihai merangkai bagian-bagian dari mimpi besarnya; turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tangan mahir seorang guru menggoreskan pena sebagimana mengukir asa di tiap hati siswa. Tulisan guru punya khas dalam memaknai zaman. Menulis bukan perkara mudah dan sulit, tapi tentang kemampuan bagaimana menuangkan apa yang ada di hati dan pikiran. Namun keterampilan menulis agaknya mulai mengalami pergeseran makna. Yang tadinya adalah modal utama seorang guru kini jadi tuntutan, bahkan ada yang anggap ini sunnah belaka. Dalih semakin terkotak-kotak pada urusan administratif sehingga lupa mengenali dirinya sendiri yang secara naluriah adalah seorang penulis.
Ki Hajar Dewantara dalam perspektif pendidikan bahkan jelas-jelas menuliskan bahwa seorang guru punya andil besar dalam menebali garis-garis halus kemampuan siswanya. Tapi dalam dinamika yang berkembang, bagaimana seorang guru bisa melaksanakan andilnya jika menemukenali dirinya saja masih mengalami kesulitan? Atau bagaimana dengan quote terkenal seorang Ali Bin Abi Thalib untuk mengikat ilmu dengan menuliskannya? Kaum mending-mending akan selalu punya alasan untuk "Kapan-kapan saja, lah, menulisnya".
Namun pagi ini Selasa, 25 Maret 2025 kami menemukan secercah harapan. Sedikit pemaksaan menulis di tengah hiruk pikuk mengolah nilai, mengerjakan administrasi, sekaligus merampungkan list belanja jelang Idul fitri tiba. Tegak lurus kami laksanakan anjuran ikut dalam menyemarakkan "Gerakan Guru Bisa Menulis Buku" yang berusaha disemaikan Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan. Materi demi materi tersaji apik dan santai secara tatap maya. Bapak Drs. H. Purnomo, M. Pd. mendorong kami mengingatkan kemampuan menulis sebagai bagian dari kewajiban mengembangkan diri dalam konteks guru profesional. Beruntung kami sekaligus bisa bergabung dalam Asosiasi Guru Penulis Grobogan yang merupakan wadah keren tempat orang-orang tekun dan cemerlang bersama-sama berkembang. Pemapar materi dan sepaket pengurus Asosiasi ini berisi wajah-wajah popular yang tak asing di banyak kegiatan berunsurkan pendidikan se-Kab Grobogan. Mereka berhasil membangun branding diri bahwa seseorang akan abadi dengan menyematkan dirinya dalam tulisan. Tulisan tak tergerus zaman, khalayak masih akan bisa menemukannya apalagi di era digital dimana tulisan dalam satu ketukan saja muncul manasuka. Mereka menangkap fenomena ini dan menampung karya-karya guru secara digital di Perpustakaan Digital AGPG. Sungguh ikhtiar yang tepat sasaran, dan terproyeksi buku akan abadi menjadi warisan khasanah pendidikan Kab Grobogan. Dalam sebuah materi juga dijelaskan bahwa setiap buku punya standarnya masing-masing seperti tata bahasa diksi, untuk penyesuaian dengan sasaran pembaca. Ini bijak dilakukan dimana seorang penulis memanglah harus menentukan siapa dulu pangsa pasarnya, siapa sasaran baca dan apa tujuan dari yang ditulis. Kami juga diajak untuk bertanggung jawab atas keabsahan karya kami dalam batasan minim plagiasi. Di sinilah karakter budi seorang guru akan teruji. Letak orisinalitas karya yang dijunjung tinggi bukanlah mitos. Dalam Gema Rusa Menuku ini guru dihargai tinggi dengan dirangkul untuk kembali melaksanakan naluri dasarnya, naluri merekam gejala zaman, merekam makna kehidupan melalui tulisan.
Seperti para penulis hebat yang sudah banyak lahir dari rahim perjuangan. Seorang guru juga ditakdirkan mampu menjadi bagian dari perjuangan itu sendiri. Mari giat menulis, aku kamu dan kita adalah seluruhnya penulis. Lihat dari berbagai sudut pandang, memaknai dengan nurani, dan menulis dengan bijak. Yakin nanti akan tiba masanya guru sebagai penulis pemula yang awalnya mager pasti akan baper dan ketagihan untuk terus menulis menelurkan karyanya.
Silakan berkomentar dengan sopan
0 Komentar