Selamat Datang di Laman AGPG (Asosiasi Guru Penulis Grobogan) Asosiasi Guru Penulis Grobogan, merupakan perkumpulan guru yang berkomitmen untuk mengembangkan kompetensi bidang penulisan buku dan penyediaan bahan ajar bagi siswa

MENGGAPAI PUNCAK YANG TAK BERTEPI


Oleh : Mashuri, S.Pd.
SD Negeri 3 Sindurejo


Langit senja di desa kecil itu selalu menghadirkan kerinduan dalam hati Rama. Ia duduk di depan rumah kayu sederhana, menatap jalanan sepi yang menghubungkan rumahnya dengan dunia luar. Di dalam hatinya, ada kerinduan yang begitu dalam kepada ibunya yang berada jauh di negeri orang, bekerja tanpa lelah demi masa depannya. Ayahnya telah lama tiada, meninggalkan dirinya dalam pelukan hangat sang nenek, satu-satunya yang selalu ada di sisinya.

Nenek Sari adalah wanita tua yang penuh kasih. Meski usianya telah renta, ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Rama. Setiap pagi, ia menyiapkan sarapan dan bekal sebelum Rama berangkat ke sekolah. Dengan senyum lembutnya, ia selalu mengingatkan Rama untuk tetap semangat dalam mengejar cita-citanya.

"Kamu harus menjadi orang yang berguna, Nak. Jadilah guru yang bisa menerangi kehidupan banyak orang," kata Nenek Sari sambil mengusap kepala Rama.

Sejak kecil, Rama memang bercita-cita menjadi seorang guru. Ia ingin mendidik anak-anak di desanya agar bisa memiliki masa depan yang lebih baik. Namun, perjalanan menuju cita-cita itu tidaklah mudah. Kehidupan mereka yang serba kekurangan membuat Rama harus bekerja lebih keras dibandingkan teman-temannya. Setelah pulang sekolah, ia membantu neneknya di ladang, menjual hasil kebun di pasar, dan mengerjakan berbagai pekerjaan demi bisa tetap bersekolah.

Di sekolah, Rama dikenal sebagai anak yang cerdas dan rajin. Ia selalu mendapatkan peringkat terbaik di kelasnya, meskipun sering kali harus belajar dengan penerangan lampu minyak di malam hari. Guru-gurunya kagum dengan semangatnya, tetapi tidak sedikit teman-temannya yang meremehkannya karena ia berasal dari keluarga miskin.

"Mana mungkin anak seperti kamu bisa jadi guru? Lihat saja nanti, kamu pasti menyerah," kata seorang temannya suatu hari.

Rama tidak marah. Ia hanya tersenyum dan berjanji dalam hati bahwa ia akan membuktikan bahwa kemiskinan bukanlah penghalang untuk menggapai cita-cita.

Tahun demi tahun berlalu. Rama akhirnya lulus dari sekolah menengah dengan nilai terbaik. Ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Keberangkatan ke kota besar untuk kuliah adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia harus meninggalkan neneknya, satu-satunya keluarga yang selalu ada di sisinya.

"Nenek pasti bangga padamu, Nak. Pergilah dan raihlah cita-citamu," kata Nenek Sari dengan mata berkaca-kaca saat mengantar Rama ke terminal.

Di kota, kehidupan tidak lebih mudah. Rama harus berjuang sendirian. Ia mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai pengajar les privat, menjaga perpustakaan, dan menjadi asisten dosen demi bisa bertahan hidup. Tidak jarang ia harus menahan lapar karena uangnya lebih diprioritaskan untuk membayar biaya kuliah dan mengirim sedikit uang untuk neneknya di desa.

Namun, semua kesulitan itu tidak menyurutkan semangatnya. Setiap kali merasa lelah dan ingin menyerah, ia selalu mengingat wajah ibunya yang bekerja keras di negeri orang dan neneknya yang setia menunggunya pulang dengan penuh harapan. Ia tahu bahwa ia tidak boleh mengecewakan mereka.

Setelah bertahun-tahun berjuang, akhirnya Rama berhasil menyelesaikan kuliahnya. Dengan gelar sarjana pendidikan di tangannya, ia kembali ke desanya, bukan sebagai anak miskin yang dulu sering diremehkan, tetapi sebagai seorang guru yang siap mengabdi untuk pendidikan di tanah kelahirannya.

Hari pertama mengajar di sekolah tempat ia dulu menimba ilmu adalah momen yang tidak akan pernah ia lupakan. Ia berdiri di depan kelas, melihat wajah-wajah penuh harapan dari anak-anak yang duduk di bangku kayu yang sama seperti yang dulu ia duduki. Dalam hati, ia berjanji bahwa ia akan menjadi guru yang bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menginspirasi mereka untuk berani bermimpi dan berjuang mewujudkannya.

Ketika ibunya akhirnya kembali dari luar negeri setelah bertahun-tahun berjuang, ia tidak dapat menahan air matanya. Ia melihat Rama berdiri dengan bangga sebagai seorang guru, mengenakan pakaian sederhana namun penuh kebanggaan.

"Ibu, aku sudah menjadi guru, seperti yang selalu aku impikan," kata Rama dengan suara bergetar.

Ibunya menangis, memeluknya erat. "Kamu telah membuat ibu dan nenek bangga, Nak."

Nenek Sari yang sudah semakin tua hanya tersenyum, melihat cucunya yang telah mencapai puncak perjuangannya. Ia tahu bahwa semua kerja keras dan pengorbanan mereka tidak sia-sia.

Kini, Rama tidak hanya mengajar di sekolah dasar, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak anak di desanya. Ia membuktikan bahwa tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih, selama kita memiliki keberanian untuk berjuang.

Puncak yang ia capai mungkin tidak bertepi, tetapi baginya, perjalanan ini adalah bukti bahwa mimpi bisa diwujudkan dengan ketekunan , keberanian, dan cinta dari mereka yang selalu percaya padanya.

Silakan berkomentar dengan sopan

0 Komentar